Pemimpin dengan kepemimpinannya memegang peran yang strategis dan menentukan dalam menjalankan roda organisasi, menentukan kinerja suatu lembaga dan bahkan menentukan mati hidup atau pasang surutnya kehidupan suatu bangsa dan negara. Ia merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat dibuang atau diabaikan (sine qua non) dalam kehidupan suatu organisasi atau suatu bangsa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. Baik atau buruknya kondisi suatu organisasi, bangsa dan negara, banyak ditentukan oleh kualitas pemimpinnya dan kepemimpinan yang dijalankannya.
Para pemimpin di daerah diberi wewenang untuk mengelola sumber daya
lokal yang dimiliki untuk membuat masyarakatnya menjadi lebih sejahtera.
Mereka dipilih dan diberi kepercayaan untuk memimpin rakyat agar lebih
sejahtera dan membangun daerah menjadi lebih maju. Di tangan para
pemimpin itulah ditentukan bagaimana masa depan rakyat, dan di pundak
para pemimpin itu digantungkan harapan-harapan rakyat yang dipimpin.
Namun, akhir-akhir ini ada kecenderungan menurunnya kepercayaan
masyarakat kepada para pemimpin. Menurunnya kepercayaan ini dapat
menjurus pada krisis kepercayaan kepada para pemimpin dan mempengaruhi
gerak pembangunan. Beberapa indikator menurunnya kepercayaan masyarakat
kepada pemimpin antara lain berupa kondisi kesejahteraan masyarakat yang
masih memprihatinkan, pelayanan publik yang belum memenuhi harapan,
kasus-kasus penyalahgunaan kekuasaan oleh sebagian pemimpin sampai
tindak pidana korupsi, kasus-kasus pelanggaran “tiga ta” (skandal harta,
tahta dan wanita) yang melibatkan sebagian pemimpin, serta kemampuan
sebagian pemimpin yang kurang memadai dihadapkan pada situsasi krisis
multidimensi yang melanda masyarakat bangsa dewasa ini. Padahal, proses
demokratisasi di Era Reformasi telah berkembang lebih maju dibandingkan
dengan era-era sebelumnya. Pemilihan umum telah dilakukan secara
langsung, baik pemilihan calon legislatif (caleg), pemilihan presiden
(pilpres) maupun pemilihan kepala daerah (pilkada).
Untuk itu perlu dicari suatu solusi bagaimana mengatasi krisis
kepemimpinan dan suatu tipe kepemimpinan yang cocok untuk diterapkan
sesuai situasi dan kondisi setempat. Tidak dapat disangkal bahwa peran
pemimpin dan kepemimpinannya mampu memberi pengaruh (positif atau
negatif) pada kondisi gatra-gatra ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan dan keamanan (Ipoleksosbudhankam) yang pada akhirnya
berpengaruh pada kondisi ketahanan nasional dan ketahanan daerah.
Tujuan
Tulisan ini bertujuan memberikan gambaran tentang kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) sebagai
sumbangan pemikiran dan bahan masukan bagi Diklat Kepemimpinan Aparatur
di Lingkungan Pemerintahan Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Hakikat Kepemimpinan dan Tipe Kepemimpinan
Kepemimpinan pada hakikatnya adalah suatu seni (art) dan ilmu (science) untuk mempengaruhi orang lain, atau orang-orang yang dipimpin sehingga dari orang-orang yang dipimpinnya timbul suatu kemauan, respek, kepatuhan dan kepercayaan terhadap pemimpin untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pemimpin, atau tugas-tugas dan tujuan organisasi, secara efektif dan efisien.
Seni kepemimpinan mengandung arti suatu kecakapan, kemahiran dan
keterampilan tertentu untuk mempengaruhi orang-orang yang dipimpin.
Sedangkan ilmu kepemimpinan mengandung sejumlah ajaran atau teori
kepemimpinan yang telah dibuktikan dengan pengalaman, yang dapat
dipelajari atau diajarkan.
Fungsi pemimpin adalah untuk menggerakkan para pengikut
agar mereka mau mengikuti atau menjalankan apa yang diperintahkan atau
dikehendaki pemimpin. Hubungan antara pemimpin dengan orang-orang yang
dipimpinnya bersifat pembimbingan, pemberian arah, pemberian perintah /
instruksi, pemberian motivasi (dorongan) dan pemberian teladan untuk
mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya. Secara singkat dapat
dikatakan bahwa : pemimpin adalah pengaruh.
Ada orang-orang tertentu yang dilahirkan dengan bakat sebagai pemimpin (leaders are born), namun sebagian besar pemimpin diciptakan (leaders are made)
melalui suatu proses, tumbuh dan berkembang dari bawah, ditempa oleh
berbagai pengalaman, ketekunan dan kerja keras serta tidak berhenti
belajar sepanjang hidupnya. Kualitas pemimpin pada umumnya dibentuk
melalui suatu proses yang memerlukan waktu dan upaya, bukan didapat
secara instan dalam waktu singkat.
Untuk memimpin atau mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya,
seorang pemimpin dapat menggunakan tipe dan gaya kepemimpinan yang demokratis (mengutamakan partisipasi dari yang dipimpin), paternalistik (kebapak-bapakan), birokratis (berdasarkan aturan), bebas (laissez-faire), autokratis / otoriter
(menggunakan kekuasaan mutlak), atau gabungan dari beberapa tipe
kepemimpinan tersebut. Kadang-kadang tipe kepemimpinan tersebut
digunakan secara situasional untuk mencapai suatu tujuan dalam jangka
waktu tertentu. Seorang komandan pasukan militer menggunakan
kepemimpinan otoriter terhadap prajuritnya untuk memenangkan suatu
pertempuran atau menghadapi ancaman musuh. Kepemimpinan otoriter efektif
digunakan untuk mengatasi situasi darurat yang memerlukan penanganan
segera. Seorang kepala desa cenderung memakai kepemimpinan demokratis
dengan cara musyawarah (rembug desa) terhadap rakyatnya untuk
membangun desa secara gotong royong. Seorang pemimpin agama menggunakan
kepemimpinan paternalistik dalam membimbing umatnya. Seorang kepala
kantor menggunakan kepemimpinan birokratis terhadap pada karyawannya.
Apa pun tipe dan gaya kepemimpinan yang digunakan, semuanya untuk
mencapai tujuan organisasi yang telah ditentukan secara efektif dan
efisien.
Kepemimpinan yang melayani (Servant Leadership) merupakan
suatu tipe atau model kepemimpinan yang dikembangkan untuk mengatasi
krisis kepemimpinan yang dialami oleh suatu masyarakat atau bangsa. Para
pemimpin-pelayan (Servant Leader) mempunyai
kecenderungan lebih mengutamakan kebutuhan, kepentingan dan aspirasi
orang-orang yang dipimpinnya di atas dirinya. Orientasinya adalah untuk
melayani, cara pandangnya holistik dan beroperasi dengan standar moral
spiritual.
Keutamaan Kepemimpinan yang Melayani
Kepemimpinan yang melayani memiliki kelebihan karena hubungan antara pemimpin (leader) dengan pengikut (followers) berorientasi
pada sifat melayani dengan standar moral spiritual. Pemimpin-pelayan
mempunyai tanggung jawab untuk melayani kepentingan pengikut agar mereka
menjadi lebih sejahtera, sebaliknya para pengikut memiliki komitmen
penuh dalam bekerja untuk mencapai tujuan organisasi dan keberhasilan
pemimpin. Kepemimpinan yang melayani dapat diterapkan pada semua bidang
profesi, organisasi, lembaga, perusahaan (bisnis) dan pemerintahan
karena kepelayanan bersifat universal.
Beberapa ciri dan keutamaan kepemimpinan yang melayani yang harus
melekat pada diri seorang pemimpin-pelayan adalah sebagai berikut :
- Memiliki Visi Pemimpin. Visi adalah arah ke mana organisasi dan orang-orang yang dipimpin akan dibawa oleh seorang pemimpin. Pemimpin ibarat seorang nakhoda yang harus menentukan ke arah mana kapal dengan penumpangnya akan diarahkan. Visi sama pentingnya dengan navigasi dalam pelayaran. Semua awak kapal menjalankan tugasnya masing-masing, tetapi hanya nakhoda yang menentukan arah kapal untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Visi pemimpin akan menginspirasi tindakan dan membantu membentuk masa depan, pengaruhnya lebih kuat terhadap orang-orang yang bekerja untuk kepentingan organisasi. Visi adalah masa depan yang realistis, dapat dipercaya dan menjembatani masa kini dengan masa depan yang lebih baik sesuai kondisi (sosial politik, ekonomi dan budaya) yang diharapkan. Visi juga mengandung harapan-harapan (atau bahkan mimpi) yang memberi semangat bagi orang-orang yang dipimpin. Ada ungkapan bahwa pemimpin adalah “pemimpi” (tanpa n) yang sanggup mewujudkan mimpinya menjadi kenyataan. Visi pemimpin-pelayan adalah memberi arah ke mana orang-orang yang dipimpin dan dilayani akan dibawa menuju keadaan yang lebih baik misalnya menyangkut : penanggulangan kemiskinan, pengangguran, perbaikan pendidikan dan rasa keadilan masyarakat. Burt Nanus dalam bukunya Kepemimpinan Visioner mengatakan : Tak ada mesin penggerak organisasi yang lebih bertenaga dalam meraih keunggulan dan keberhasilan masa depan, kecuali visi yang menarik, berpengaruh, dan dapat diwujudkan, serta mendapat dukungan luas.
- Orientasi pada Pelayanan. Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan, bukan untuk mencari pujian atau penghormatan diri. Sikap melayani terutama ditujukan untuk mereka yang paling membutuhkan pelayanan. Ia harus berpihak kepada mereka yang secara sosial ekonomi, pendidikan dan sosial budaya membutuhkan pelayanan lebih besar. Pelayanan sejati didorong oleh rasa cinta kasih, bukan untuk mencari popularitas atau mendapatkan pamrih tertentu. Pelayanan sejati adalah buah dari cinta kasih. Pada era otonomi daerah, setiap daerah berusaha memperjuangkan kenaikan anggaran belanja daerahnya. Namun sering timbul pertanyaan di kalangan masyarakat : Apakah dengan kenaikan anggaran belanja negara/ daerah terjadi juga perbaikan pada pelayanan masyarakat ? Pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan masyarakat yang paling bawah karena ia memegang mandat mayoritas rakyat yang memerlukan pelayanan. Peningkatan pada anggaran belanja harus disertai dengan perbaikan pada pelayanan masyarakat, bukan sebaliknya memberi peluang pada penyalahgunaan keuangan negara.
- Membangun Kepengikutan (Followership). Pemimpin-pelayan mengutamakan terciptanya kepengikutan (followership) karena dalam kenyataannya keberhasilan organisasi lebih banyak ditentukan oleh para pengikut atau para pemimpin di bawahnya. Penelitian yang dilakukan Profesor Robert E. Kelley, pelopor pengajaran Followership and Leadership dari Carnegie-Mellon Unversity, menunjukkan bahwa keberhasilan organisasi 80 persen ditentukan oleh para pengikut (followers) dan 20 persen merupakan kontrubusi pemimpin (leader). Pengikut yang bekerja dengan semangat dan memiliki komitmen penuh akan menentukan keberhasilan pemimpin. Pemimpin yang bekerja sendiri (single player/ single fighter) dan tidak menciptakan pengikut tidak akan mencapai hasil yang diharapkan. Pengalaman menunjukkan ada pemimpin yang secara pribadi memiliki kemampuan dan pandai, tetapi kurang berhasil dalam memimpin karena tidak menciptakan pengikut yang solid. Pemimpin-pelayan mengatakan setiap keberhasilan sebagai keberhasilan “kita” dari pada keberhasilan “saya” atau “kami”. Sebaliknya apabila terjadi kegagalan, merupakan kegagalan “saya” dan pemimpin bersedia memikul tanggungjawab.
- Membentuk Tim dan Bekerja dengan Tim. Pemimpin-pelayan harus membentuk tim (team work) dan bekerja dengan tim tersebut. Ia meminta tim untuk mengikutinya, menjelaskan visi dan misi, serta mempercayakan timnya untuk bekerja. Pemilihan anggota tim atau staf/pembantu sangat penting agar ia dapat berhasil mencapai tujuan dengan efektif dan efisien. Ia harus pandai-pandai memilih orang-orang kaya arti yang mau bekerja keras untuk organisasi, bukan orang yang miskin arti yang tidak berbuat apa-apa, atau orang berlawanan arti yang cenderung menimbulkan masalah bagi organisasi. Diilustrasikan seperti sekelompok orang yang memikul beban (beban tugas organisasi), ada yang benar-benar memikul beban, ada yang pura-pura memikul dan ada yang bergelantungan pada beban yang dipikul. Pemimpin harus memiliki kejelian memilih anggota tim, antara lain melalui rekam jejak (track record), bakat (talenta), pekerja keras, kapabiltas, mentalitas dan moralitas anggota tim.
- Setia pada Misi. Kalau visi adalah arah ke depan ke mana bahtera organisasi akan dibawa, maka misi adalah bagaimana menjalankan tugas-tugas untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pemimpin membuat rencana-rencana yang dikaitkan dengan jangka waktu tertentu, program-program kerja serta perangkat lain yang membantunya dalam menjalankan misi. Misi pemimpin-pelayan adalah melayani mereka yang membutuhkan. Ia harus selalu setia pada misi pelayanan dalam kondisi apa pun, kondisi baik atau buruk, karena dengan demikian tujuan organisasi dapat dicapai. Kesetiaan pada misi, juga diterapkan secara konsisten dan konsekuen pada penggunaan anggaran negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, karena dana/anggaran itu berasal dari rakyat. Rambu-rambu peringatan untuk tetap setia pada misi sebenarnya telah diucapkan seorang pemimpin pada waktu melafalkan Sumpah Jabatan. Namun, dalam kenyataannya sumpah jabatan yang diucapkan “demi Allah” seringkali dilanggar karena kelemahan sang pemimpin. Materialisme, hedonisme dan konsumerisme sedang mengepung kehidupan umat manusia, termasuk para pemimpin. Orang cenderung tergoda ingin memiliki materi lebih (having) ketimbang menjadi manusia yang lebih bermartabat (being).
- Menjaga Kepercayaan. Menjadi pemimpin adalah menerima kepercayaan dari Tuhan Yang Mahakuasa melalui organisasi atau pemerintah untuk memimpin rakyat. Pemimpin adalah orang-orang pilihan di antara sejumlah orang-orang lain dan pilihan itu didasarkan pada beberapa kelebihan tertentu yang menyebabkan ia dipercaya untuk menjadi pemimpin. Maka kepercayaan yang diterimanya harus dijaga dan dipelihara dengan membuktikan melalui tindakan-tindakan nyata melayani rakyat dan menghindari hal-hal yang membuat orang kehilangan kepercayaan kepadanya. Bila seorang pemimpin mengkhianati dan kehilangan kepercayaan dari organisasi dan rakyat yang dipimpinnya maka sebenarnya ia sudah kehilangan roh kepemimpinannya, walaupun jabatan formal sebagai pemimpin masih melekat padanya.
- Mengambil Keputusan. Keputusan pemimpin adalah kekuatan dalam memimpin dan mengelola organisasi. The power to manage is the power to make decision. Seorang pemimpin-pelayan harus berani mengambil keputusan yang membuktikan keberpihakannya pada rakyat kecil. Salah satu contoh : rakyat di desa memiliki keterampilan untuk membuat aneka kerajinan tangan yang khas tetapi tidak memiliki akses ke pasar. Mereka memiliki keterampilan memproduksi aneka kerajinan tangan tetapi mengalami keterbatasan modal kerja dan pemasaran produk-produk lokal yang dihasilkan. Pemimpin-pelayan dapat mengambil keputusan untuk mewajibkan masyarakat menggunakan produk lokal untuk membantu industri kecil / industri rumah tangga di desa-desa. Keputusan yang berpihak pada rakyat kecil akan didukung oleh masyarakat luas, apalagi bila dipelopori oleh para pemimpin / pejabat dengan menggunakan produk lokal.
- Melatih dan Mendidik Pengganti. Melatih dan mendidik pengganti (membentuk kader ) merupakan kewajiban seorang pemimpin. Seharusnya ada beberapa lapisan kader pengganti apabila pemimpin berhalangan atau memasuki masa purnatugas. Bertambahnya usia seorang pemimpin mengakibatkan kemampuan fisik dan daya pikirnya berkurang dan proses regenerasi tidak dapat dihindari. Namun dalam kenyataannya, sifat legawa makin sulit ditemukan pada diri para pemimpin. Pemimpin cenderung berkeinginan selama mungkin berkuasa, sementara kader-kader potensial tersingkir karena faktor usia atau faktor-faktor lain (politik, ekonomi, egosime kelompok dll). Pemimpin-pelayan mendidik dan melatih pengganti karena ia tidak berorientasi pada kekuasaan tetapi pada pelayanan. Baginya purnatugas identik dengan alih tugas karena masih banyak tugas-tugas pelayanan lain yang bisa dilakukannya di tengah masyarakat.
- Memberdayakan kaum Perempuan. Pemimpin-pelayan menggunakan manajemen “Omega” yaitu gaya kepemimpinan Alpha yang maskulin dan Beta yang feminin, sebab dengan mengendalikan energi spiritual, baik laki-laki maupun perempuan bisa diberdayakan menjadi pemimpin-pemimpin yang dibutuhkan pada masa mendatang. SDM kaum perempuan memiliki kemampuan-kemampuan tertentu yang tidak dimiliki kaum laki-laki. Pemimpin harus pandai-pandai menggunakan kemampuan kaum perempuan untuk keberhasilan tugas organisasinya.
10. Memberi Tanggung Jawab. Memberi tanggungjawab
kepada bawahan adalah memberi kesempatan kepadanya untuk berkembang dan
tentu saja mengawasi serta kemudian meminta pertanggungjawaban. Membuat
orang bertanggungjawab adalah memberi mereka kesempatan menggapai
keberhasilan, dan hal itu dimulai dari hal-hal yang kecil.
11. Memberi Teladan. Ada pendapat bahwa anak-anak
lebih banyak belajar dari apa yang mereka lihat, ketimbang apa yang
mereka dengar. Buku-buku panduan dan buku instruksi tidak dapat secara
langsung membangun kultur organisasi pada anggota. Pemimpin memberi
teladan dengan apa yang mereka lakukan. Sesudah itu ia menganjurkan
pengikutnya untuk melakukan apa yang diteladaninya, dan kemudian
mengharuskan mereka mengikuti teladan itu. Salah satu contoh sederhana
adalah soal menepati waktu untuk mengikuti suatu acara atau undangan.
Kebiasaan menggunakan “jam karet” dapat diatasi apabila pemimpin datang
tepat waktu dan acara segera dimulai, walaupun belum semua undangan
hadir. Sebaliknya bila semua orang berpikir belum banyak orang datang
pada waktu yang ditentukan maka kebiasaan “jam karet” akan terus
berlanjut seperti lingkaran setan yang tidak berujung.
12. Menyadari Pentingnya Hubungan / Komunikasi. Begitu
pentingnya komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin sehingga dapat
dikatakan bahwa komunikasi adalah urat nadinya kepemimpinan. Komunikasi
sangat menentukan tingkat keefektifan kepemimpinan seorang pemimpin.
Kegagalan dalam berkomunikasi atau miskomunikasi dalam kepemimpinan
ibarat urat nadi darah yang tersumbat sehingga orang menjadi sakit.
Lembaga atau organisasi bisa mengalami stagnasi bila kontak atau
komunikasi pemimpin dan bawahan macet. Pemimpin menginginkan A tetapi
pengikut mengerjakan B, pengikut tidak pernah melaporkan pelaksanaan
tugasnya dan pemimpin tidak tahu apa yang dikerjakan pengikutnya.
Miskomunikasi bisa membuat misi organisasi gagal. Hubungan antara
pemimpin dan pengikut dapat dilakukan melalui berbagai cara, misalnya
melalui apel bekerja, briefing, rapat kerja, jam pimpinan, kontak
pribadi melalui alat komunikasi (tilpon, SMS) dan sebagainya. Pemimpin
bisa memberi arahan, mendengarkan laporan, mengevaluasi tugas,
sebaliknya bawahan bisa menanyakan hal-hal yang belum jelas, meminta
arahan dan memperbaiki hal-hal yang dianggap salah. Para
pemimpin-pelayan harus menyadari pentingnya komunikasi secara vertikal
dengan atasan dan Tuhan, ke bawah dengan tim dan para pengikut, serta
secara horisontal dengan sesama mitra kerjanya, tokoh masyarakat dan
agama. Yang lebih penting, pemimpin-pelayan bisa menciptakan komunikasi
dengan orang-orang yang dipimpinnya sehingga dapat menyerap aspirasi
rakyat untuk bahan penentu kebijaksanaannya. Dalam arti yang lebih luas,
hubungan pemimpin dan yang dipimpin tidak sekedar sebagai atasan dan
bawahan, tetapi ia juga dapat berperan sebagai seorang bapak
(mengayomi), teman (menjadi mitra kerja), guru (teladan, tempat
bertanya) dan pembina (memperbaiki yang salah).
Kepemimpinan dalam Pembangunan NTT
Bagaimana konteks kepemimpinan yang melayani dengan pembangunan di
NTT yang masyarakatnya masih berjuang mengatasi kemiskinan, pengangguran
dan peningkatan SDM melalui pendidikan ? Beberapa catatan di bawah ini
mungkin bisa menjadi bahan renungan dan diskusi untuk memperluas
wawasan dan kontibusi kita bagi pembangunan di NTT.
- Melalui kepemimpinan yang melayani, pemimpin dapat membangun keunggulan setiap daerah di Flobamora untuk meningkatkan perekonomian rakyat (ternak, pertanian, industri kecil) dan industri pariwisata.
- Melalui keberpihakan pada rakyat menggalakkan/promosi penggunaan kain tenun ikat daerah dan aneka makanan lokal untuk meningkatkan pendapatan masyarakat.
- Mengatasi / mengurangi pengangguran dengan menciptakan lapangan kerja dan kewira usahaan di daerah-daerah.
- Meningkatkan SDM lokal melalui pendidikan formal, kejuruan, latihan keterampilan untuk menggali potensi ekonomi daerah
- Mengatasi pengiriman TKI / TKW ilegal tanpa memiliki keterampilan khusus ke luar NTT yang merendahkan martabat diri dan bangsa.
- Kemajemukan suku, agama, ras dan golongan di NTT dapat dibangun menjadi kekuatan melalui kepemimpinan yang melayani.
- Otonomi daerah selain sisi positifnya, terdapat kecenderungan pengkotak-kotakan daerah kabupaten dalam rekrutmen pegawai dan penempatan jabatan struktural.
- Perlunya penempatan PNS secara lintas kabupaten / kota (zig-zag) untuk memperluas wawasan kader-kader pemimpin di NTT.
- Sampai sejauh mana kaum perempuan dilibatkan dalam memimpin daerah.
- Perlunya kaderisasi kepemimpinan pada setiap bidang profesi.
- Bila diperlukan dapat dirintis semacam forum / pusat pengkajian masalah kepemimpinan di NTT sebagai sumber pengetahuan dan referensi bagi para pemimpin dan calon pemimpin.
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
- Kepemimpinan yang melayani dan pemimpin-pelayan berorientasi pada pelayanan, bersifat holistik dan beroperasi dengan standar moral spiritual.
- Kepemimpinan yang melayani bisa dikembangkan sebagai suatu model kepemimpinan untuk membantu mengatasi krisis kepemimpinan dewasa ini.
- Kepemimpinan yang melayani dapat diterapkan di NTT karena sifat kepelayanannya dapat membangun daerah dan rakyat menjadi lebih maju dan bermartabat.
Semoga bermanfaat, Tuhan memberkati.
0 komentar:
Posting Komentar