Rabu, 19 Desember 2012

Wirausaha, cakrawala baru masyarakat transmigrasi

Upaya pengembangan masyarakat transmigrasi tidak terhenti, meski produk usaha tani (pertanian) telah melimpah. Prinsip keberlangsungan atau keberlanjutan dan azas kemandirian selalu dipompakan oleh pimpinan Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi melalui Ditjen P2MKT pada jajaran aparaturnya dari pusat hingga pelosok permukiman transmigrasi yang membentang di Sumatera, Kalimantan, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku hingga Papua.


Inovasi baru atau terobosan mendetakkan ini dilakukan melalui penciptaan, penambahan, pengembangan dan penguatan kewirausahaan di permukiman transmigrasi, saat hasil panennya mulai melebihi dari yang dikonsumsinya.

Langkah ini ditempuh sebagai antisipasi dari kemungkinan merosotnya harga jual produk mentah agar transmigran menikmati nilai tambah yang lebih berarti dan menyemangati serta menegaskan dan meneguhkan keberpihakan Kemnakertrans terhadap komunitas masyarakat transmigrasi yang dengan gagah perkasa mampu menepis kendala-kendala yang menghadang di tanah harapan di seberang.

Sejak Kemnakertrans dinahkodai oleh Muhaimin Iskandar, yang kerap dipanggil Cak Imin, transmigrasi yang sarat dengan fungsi ini diamanahi untuk menumbuhkembangkan lahirnya wirausaha-wirausaha berkarakter.

Cakrawala baru pengembangan masyarakat transmigrasi yang diwujudkan melalui wirausaha ini semakin melengkapi wajah permukiman yang semula hanya berbasiskan pertanian konvensional/subsistem menjadi pertanian semi modern atau plus hasil dengan jaringan tata niaga dan penopang kegiatan-kegiatan produktif lainnya. Seperti, industri pupuk organik, industri pembenihan/kebun benih serta layanan pendampingan yang berperan sebagai mitra transmigrasi, partner diskusi dan konsultasi (klinik pertanian), manakala usaha taninya digerogoti hama penyakit tanaman atau mesin/peralatan industrinya mengalami hambatan pengoperasian.

Menakertrans mengatakan terwujudnya pertanian tangguh bukan hanya semata bagaimana menggenjot produksi usaha tani melambung. Akan tetapi bagaimana memadukan dan menyerasikan semua lini-lini produksi, bahan baku (olahan dan pemasaran) menjadi satu kesatuan untuh yang mengalis sambung menyambung terikat/mengikat menjadi sebuah energi/kekuatan yang mampu membangkitkan keberhasilan secara lebih berkepastian dan terukur.

Jika gambaran pertanian tangguh skala mikro (permukiman/pedesaan) diaktualisasikan dalam bentuk semacam ini, maka permukiman transmigrasi yang kini dikembangkan oleh Ditjen P2MKT sesungguhnya telah memulai dan memiliki landasannya sebagai embrio sentra produksi menuju pertanian tangguh yang menyeruak dan menyebar nyaris di berbagai pelosok wilayah NKRI.

Aspek penyebaran wilayah sentra produksi pangan yang cikal bakalnya telah dirintis di permukiman dan selanjutnya ditingkatkan pada skala kawasan menjadi semakin penting, ketika kerapuhan ketahanan pangan nasional mengancam dan tidak lagi mampu dipenuhi dari dalam nenegri. Maraknya produk-produk pangan impor, mulai dari beras, kedelai, jagung, daging hingga garam, bahkan singkong akhir-akhir ini, sejatinya sangat memprihatinkan, sekaligus mengisyaratkan bahwa “nasionalisme” sebagai paham bangsa ini kehilangan kepercayaan kekuatan diri sendiri sebagai pewaris petani-petani andalan di masa lalu yang pernah menghantarkan Indonesia mendunia.

Ketika kegelisahan, ketidakberdayaan pemenuhan pangan nasional ini semakin meluas, transmigrasi yang berjalan tertatih-tatih diamanati mendukung katahanan pangan yang berkemandirian dan berkelanjutan. Transmigrasi sebagai bagian dari upaya ekstensifikasi, perluasan areal pertanian dalam mengemban amanah tersebut telah berhasil membuka jutaan hektar lahan pertanian dan menyiapkan jutaan petani/transmigran dengan berbagai infrastruktur dan supastrukturnya sejak beberapa dasawarsa silam.

Kemandirian Ekonomi Transmigrasi


Masyarakat transmigrasi sebagai suatu entitas yang berasal dari berbagai daerah dengan ragam latar belakang merupakan masyarakat baru yang diharapkan dalam pengembangan SDM menjadi lebih berkeserasian. Masyarakat baru yang terbebas dari berbagai kepentingan dengan tampilan bersahaja dan tatapan kooperatif yang oleh kebanyakan orang disebut Sang Pioner ini, diharapkan mampu memecah kesunyian hamparan lahan yang semula hanya merupakan onggokan semak belukar ataupun ilalang liar menjadi kerimbunan tanaman-tanaman pangan, perkebunan dan kegiatan produktif lainnya.

Dinamika permukiman yang semakin sumringah dan menggembirakan dengan ditaburi senyum para penghuninya ini merupakan buah dari pemberdayaan masyarakat yang intensif dan inovatif dengan institusi pembinanya Ditjen P2MKT berangsur-angsur namun penuh dengan kepastian bahwa perbaikan struktur perekonomian kawasan transmigrasi mulai menunjukkan arah perkembangan yang semakin beragam dan berimbang antara sektor primer, sekunder dan tersier. Terlebih lagi dengan semakin tumbuhkembangnya wirausahawan-wirausahawati dari jomunitas masyarakat transmigrasi, maka harapan tegaknya sebuah kemandirian relative akan bisa diwujudkan.

Dirjen P2MKT Kemnakertrans Roosari Tyas Wardani menyebut, hingga saat ini, lebih 6.000 wirausahawati telah terlahir dan tumbuh serta berkembang yang tersebar di berbagai kawasan tranmigrasi antara lain di 22 kawasan transmigrasi di 24 provinsi. “Jika secara kuantitatif target pertumbuhan wirausahawan ini dipatok sebanyak 10.000 hingga tahun 2014, Saya optimis angka ini akan terlampaui,” katanya.

Namun, tekad Ditjen P2MKT dalam mengembangkan kewirausahaan ini tidak semata-mata diorientasikan hanya pada capaian target-target kuantitatif, aspek kualitas menjadi pertimbangan penting yang akan menyertai upaya peningkatan kapasitas SDM pengelola dan kelembagaannya, serta stimulant bantuan sarana dan prasarana.

Expo Kemandirian Wirausaha di Kawasan Transmigrasi, hanyalah sekelumit gambaran keberhasilan transmigran yang memiliki profesi ganda yaitu sebagai petani sekaligus wirausahawan. Gambaran ini sekaligus menunjukkan bahwa kebutuhan tenaga kerja menjadi semakin meningkat hingga harus menambah dari daerah sekitarnya. Namun yang lazim dilakukan oleh transmigran umumnya adalah mendatangkan sanak saudaranya dari daerah asal.


Namun demikian, harus disadari bahwa, tumbuhkembangnya wirausahawan-wirausahawati di kawasan transmigrasi ini membutuhkan penguatan kapasitas SDM, pengelola dan kelembagan dengan memberikan dukungan pelatihan, bimbingan teknis dan layanan pendampingan serta fasilitasi akses terhadap lembaga-lembaga keuangan melalui wadah Himpunan Wirausahawan Transmigrasi yang saat ini dikenal meluas dengan sebutan HW-Trans. Wadah yang berfungsi sebagai wahana komunikasi ini dimaksudkan juga untuk meningkatkan posisi tawar dalam mengembangkan produk dan harga jualnya.

Kemnakertrans melalui Ditjen P2MKT kini telah memberikan andil dalam meletakkan landasan bagi tumbuhkembangnya ekonomi kerakyatan di kawasan-kawasan transmigrasi. Meskipun dalam wujud kesederhanaan dan masih dilingkupi keterbatasan, namun setidak-tidaknya sebuah pondasi ekonomi telah ditancapkan dan iklim usaha yang kondusif telah diciptakan bagi tumbuhkembangnya prakarsa-prakarsa cerdas serta produktif dalam mengaktualisasikan potensi jati diri masyarakat transmigrasi. Jika kemandirian perekonomian nasional dapat dicapai dari 2% populasi penduduk Indonesia yang masih diperjuangkan perwujudannya. Prosentase angka tersebut umumnya telah dilampaui di kawasan-kawasan transmigrasi.

Sejarah telah mengajarkan berbagai gejolak ekonomi hingga krisis multi dimensi yang menerpa Indonesia, tidak akan pernah menghanyutkan atau meneggelamkan bangunan ekonomi rakyat yang tanpa proteksi ini.
(***)
Sumber: 
http://infopublik.kominfo.go.id

0 komentar:

Posting Komentar